Keindahan Bawah Laut Pulau Tunda
Tak salah, jika banyak orang bilang; “setiap perjalanan punya ceritanya sendiri”. Setiap perjalanan punya sisi uniknya sendiri, kenikmatannya sendiri dan kisahnya sendiri.
Kali ini perjalanan dimulai dengan kelompok besar. Ah besar dan kecil memang Relatif, 35 penduduk Jakarta dan Serang yang serentak mengungsi ke salah satu pulau dikenal dengan nama postponed Island. Bersilaturahmi dengan penduduk setempat dan berbaur dengan budaya mereka dan keindahan lautan di seberang sana tentunya.
Hari pertama, perahu kayu terombang ambing selama kurang lebih 2.5 jam, meninggal gelak tawa disepanjang iringan angin yang menemani. Mentari lebih bersahabat pagi ini, pun lautan cukup ramah. Menapakkan kaki di dermaga Tunda, perahu kami saling menyapa diiringi langkah-langkah tergesa menuju penginapan. Carrier mulai dijejalkan di kamar yang juga tak luas, merehatkan badan sejenak, menyejukkan tenggorokan dengan seteguk dua teguk air mineral sebelum berganti pakaian, kali ini rencana selanjutnya adalah bersua makhluk lautan.
Kembali berhadapan dengan panas bumi, para penjelajah ini; baik tua dan muda sedikit memberikan perhatian ekstra pada kulit tubuh, botol sunblock berpindah tangan dengan cepat, semua mengambil lakonnya sendiri, termasuk para photografer yang dengan cekatan mulai mengarahkan lensa kepada para model dadakan yang buru-buru mengambil pose; dan cerita siang itupun terabadikan sudah.
Tak mau kehilangan waktu terlalu banyak, semua penjelajah langsung melangkah kembali menuju dermaga dengan 3 (tiga) perahu yang sudah bersiaga, sedia meluncur menuju lautan. Lagi.. 3 (tiga) spot snorkling kami kunjungi hari ini, ternyata tak perlu tempat yang terlalu jauh untuk menikmati lautan. Makhluk-makhluk itu menyapa ramah, berlenggak-lenggok menghibur mata, sesekali dengan rendah hati memberi waktu menari bersama.
Tiba di penginapan sebelum malam menyapa, membersihkan tubuh ala kadarnya lalu beranjak lagi. Para pemburu senja kembali ke dermaga, kuatir Sang Surya terburu pergi sebelum sempat mengucap salam. Akhir hari pertama diisi dengan menikmati ikan bakar dan canda tawa, sampai lelah menghampiri, menyisakan tenaga untuk hari esok yang masih panjang.
Hari Kedua
Suara ayam jantan memecah pagi, pelan-pelan mengembalikan kesadaran ke kelima panca indera, menggeliat sejenak sebelum raga benar-benar menyatu. Oranye di ufuk timurpun memanggil, tak ingin mengecewakannya, beberapa dari kamipun bergegas mendekat, lagi bersatu di dermaga, ditemani angin pagi, riak ombat dan sekumpulan lumba-lumba yang sedang berburu sarapan pagi, mendahului kami yang belum mengisi lambung sejak bangun tadi. Sekelompok lumba-lumba berenang anggun, sesekali muncul lalu menukik, 45 menit pertunjukan yang memuaskan sebelum menikmati sarapan pagi kami.
Pukul 08.30, kembali menuju lautan, setelah snorkeling yang ceria kami menyempatkan diri berleha-leha di salah satu pantai yang tak berpenghuni, tak lupa dilengkapi dengan jeprat-jepret yang menghasilkan beberapa foto narsis setelah juga berfoto ria di dalam dan dipermukaan lautan. Di tempat ini, mengutip kalimat seorang teman; “adalah tempat yang melahirkan banyak sekali free diver muda”, memang kekuatan niat membuat seseorang berlatih lebih giat dan berhasil lebih cepat . Tengah hari kami tiba lagi dipenginapan, packing seadanya dan beranjak pulang