Kuda Renggong, Ketika Kuda Menari Ronggeng
Mungkin kita sudah tidak asing menyaksikan sirkus dari luar negeri yang menggunakan hewan sebagai bintang utamanya. Tapi tahukah Anda di Indonesia aksi “sirkus” tradisional menggunakan hewan tersebut sudah ada lebih dari 100 tahun yang lalu ?. Tepatnya di kota Sumedang, Jawa Barat kita bisa menyaksikan kuda – kuda yang terlatih menari bahkan beradu silat dengan diiringi musik tradisional layaknya pertunjukkan sirkus. Pertunjukkan itu dikenal dengan kesenian kuda renggong.
Kesenian ini sudah mulai dikenal sejak tahun 1880-an di Desa Cikurubuk, Kecamatan Buah Dua, Kabupaten Sumedang. Dahulu kesenian ini dikenal dengan nama kuda igel yang artinya kuda yang menari, namun sekarang kesenian ini lebih dikenal dengan sebutan kuda renggong. Kata renggong merupakan metatesis dari kata “ronggeng” yaitu kamonesan atau keterampilan menari mengikuti irama musik.
Menurut sejarahnya kesenian ini tidak terlepas dari tokoh yang bernama Sipan yang mencoba melatih kuda miliknya yang diberi nama si Cengek dan si Dengkek untuk mengikuti gerakan yang diinginkannya. Setelah beberapa bulan dilatih akhirnya ia berhasil melatih kudanya tersebut hingga bisa “menari” diiringi alunan musik.
Keberhasilannya ini kemudian diketahui oleh Pangeran Aria Surya Atmadja yang waktu itu menjabat sebagai Bupati Sumedang. Sang Bupati kemudian memerintahkan Sipan untuk melatih kuda-kudanya yang didatangkan langsung dari Pulau Sumbawa. Dari situlah kemudian kesenian ini semakin dikenal dan berkembang tidak hanya di Sumedang, tetapi kemudian berkembang juga di daerah sekitarnya.
Kesenian ini biasanya dimainkan pada acara khitanan anak. Anak yang telah dirias dengan pakaian wayang atau pakaian adat sunda dinaikan ke atas kuda renggong yang juga telah dihias dengan berbagai aksesoris warna – warni. Kemudian dengan diiringi tetabuhan sunda rombongan kuda renggong melakukan arak-arakan berkeliling kampung.
Dalam rombongan tersebut selain kuda dan penunggangnya biasanya terdiri dari pelatuk (pemimpin rombongan), beberapa orang pemain waditra (tetabuhan), sinden, beberapa pesilat dan diramaikan juga oleh warga masyarakat yang ikut menari bersama. Dalam arak-arakan tersebut biasanya para pesilat beraksi bersama kuda renggong mempersembahkan gerakan-gerakan yang atraktif seperti gerakan “perkelahian” antara kuda dengan pesilat.
Dalam perkembangannya kuda renggong tidak hanya dipentaskan dalam acara khitanan saja, sekarang kesenian yang sudah menjadi ciri khas kota Sumedang ini juga biasa dipentaskan dalam acara penyambutan tamu agung, pawai peringatan hari kemerdekaan dan berbagai acara lainnya.
Untuk menjaga kelestarian kesenian ini pemerintah daerah Sumedang setiap tahun menggelar acara festival kuda renggong. Festival kuda renggong ini diikuti oleh puluhan grup kesenian yang berasal dari seluruh penjuru Sumedang bahkan dari luar Sumedang. Dengan dilaksanakannya festival ini diharapkan terjadi peningkatan kualitas pertunjukan kuda renggong, baik dalam hal kreatifitas gerakan tarian, waditra, aksesoris yang digunakan, kekompakan dan sebagainya sehingga kesenian yang telah menjadi salah satu ikon wisata Jawa Barat ini semakin berkembang.