Mendengar dengan Warna
Saat mengandung, sang ibu, Shinta Ayu Handayani terserang virus rubela yang akan berakibat buruk bagi janin yang dikandungnya. Namun, kedua orang tuanya tetap mempertahankan Rafi karena mereka yakin, bukan manusia yang menentukan kehidupan manusia lainnya.
Rafi pun lahir dalam kondisi tuna rungu yang membuat pertumbuhan Rafi terganggu. Namun selalu ada cara untuk membuat hidup Rafi lebih berwarna. Beruntungnya, ia tumbuh di dalam sebuah keluarga yang harmonis dan suportif.
Rafi kecil yang suka bertanya akan banyak hal, suatu hari bertanya tentang apa sesungguhnya suara itu. Ibunya sempat merasa bingung, sampai akhirnya ia menjawab bahwa suara itu sama seperti warna. Ada merah, hijau, dan warna lainnya.
Tidak berhenti sampai di situ, Rafi yang lahir di Jakarta pada Juli 2002 ini tetap mendapatkan pendidikan yang tepat dari orang tuanya. Di usia 2 tahun, Rafi bersekolah di Santi Rama, sekolah untuk anak-anak tuna rungu. Di Santi Rama lah Rafi mulai menggambar. Menariknya, Rafi mengamati karakter Ariel dalam serial “Little Mermaid” yang pernah ia tonton di televisi. Ia lagi-lagi bertanya pada ibunya mengapa putri duyung itu tidak berpakaian seperti perempuan lainnya. Ibunya kembali bingung dan pada akhirnya ia meminta putranya untuk membuatkan pakaian yang bagus untuk karakter itu.
Berawal dari sebuah sketsa baju untuk Ariel itulah, bakat menggambar Rafi mulai tampak. Gambar yang dibuatnya sungguh berbeda dengan gambaran anak-anak seusianya. Dibuatnya sebuah sketsa rompi dan jaket untuk Ariel dan saat ia melihat Ariel di TV sebagai seorang manusia, ia juga membuatkan gaun untuk Ariel.
Semua yang dibuatnya hanya sebatas sketsa yang dibuatnya dengan spidol warna yang ia miliki. Hingga suat saat, bocah yang gemar menghadiri fashion show dan membaca buku-buku fashion ini menuliskan 2 permintaan melalui surat untuk Tuhan. Dalam surat itu, ia menuliskan bahwa ia ingin bisa mendengar. Permintaan yang kedua yakni ia ingin membuat pergelaran busana miliknya di hari ulang tahunnya.
Tuhan serasa mendengar permintaan Rafi hingga pada saatnya, di ulang tahunnya yang ke-9 ia menggelar mini show nya dengan kolaborasi bersama desainer ternama Indonesia, Barli Asmara. 7 rancangan miliknya dipamerkan di acara tersebut dan sungguh sebuah pencapaian yang luar biasa dari seorang anak berusia 9 tahun.
Tidak berhenti di situ, seorang pengusaha dan pendiri LC Foundation, Lia Candrasari memberi tawaran pada ibu Rafi untuk mengembangkan bakat yang Rafi miliki. Lia mengenalkannya dengan Nonita Respati dari rumah mode Purana Batik dan Ariani Pradjasaputra dari Aarti untuk aksesori. Ketiganya menghasilkan kolaborasi kuat yang diberi nama PAR. Kolaborasi itu disuguhkan dalam sebuah salah satu perhelatan fashion terbesar di Indonesia, yakni Jakarta Fashion Week 2012 (JFW 2012).
Koleksi busana yang bertajuk “Echoes of Heritage” ini berisi 24 jajaran busana ready-to-wear yang fun dan casual. Tema ini dipilih sesuai visi dari LC Foundation selaku penggagas proyek kolaborasi dan pagelaran ini.
Menggali potensi kebudayaan asli Indonesia dan berbagi untuk bangsa, menjadi misi dalam program besutan Lia Candrasari ini. Sketsa-sketsa goresan Rafi diwujudkan dengan menggunakan material batik karya para pengrajin di Solo, Yogyakarta, Pekalongan, Madura, Rembang, dan berbagai kota penghasil batik lainnya.
Peragaan busana ini hanyalah satu dari banyak impian Rafi yang berhasil terwujud. September lalu, Rafi yang juga penyandang tunarungu akhirnya bisa mendengar melalui operasi telinga kanannya. Operasi ini juga didukung oleh LC Foundation untuk mempersiapkan langkah awal Rafi di ranah mode tanah air. Meski di saat ia mulai bisa mendengar ia panik dan ketakutan dengan suara-suara yang ia dengar, kini ia lebih terbiasa dan segera akan melakukan operasi untuk telinga kirinya.
Melalui koleksi tersebut, Rafi membuktikan bahwa seorang bocah 9 tahun yang juga tunarungu, mampu menghasilkan karya yang tak kalah apiknya dari para desainer dewasa. Jadi, tunggu apa lagi untuk mulai wujudkan mimpimu?
ditulis untuk goodnewsfromindonesia.org