Mengintip Prosesi Royal Wedding Ala Kraton Ngayogyakarta
Masih jelas dalam ingatan dunia bagaimana hebohnya Royal Wedding Pangeran William dan Kate Middleton yang dihelat akhir April lalu di Westminster Abbey London. Exposure media internasional juga mengiringi kebahagian kedua pasangan tersebut.
Tidak jauh berbeda dengan pernikahan dimaksud, Indonesia pun memiliki versinya sendiri, tepatnya di pulau Jawa yakni Royal Wedding versi Kraton Ngayogyakarta. Tidak kalah meriah dan mewah, prosesi pernikahan pun diwarnai dengan upacara adat serta tradisi khas Kesultanan Yogyakarta.
Pada dasarnya prosesi pernikahan khas Kraton Ngayogyakarta tidak jauh berbeda dengan pernikahan pada umumnya yang menggunakan adat Jawa. Namun tentunya prosesi dan rangkaiannya pun akan lebih panjang demi meneruskan tradisi dan melestarikan adat istiadat keraton.
Rangkaian dimulai dengan pemberian gelar atau upacara ganti nama kepada kedua mempelai . sebelum menikah, masing-masing diberikan gelar kebangsawanan yang tercatat khusus dalam surat keputusan Keraton Yogyakarta. Pemberian gelar kebangsawanan ini pun layaknya prosesi wisuda. Tanggung jawab yang ditanggung pun cukup berat dengan gelar kebangsawanan tersebut.
Prosesi pun dilanjutkan dengan tradisi ‘nyantri’ yakni calon pengantin laki-laki menempati keagungan dalem kasatriyan sedangkan calon pengantin perempuan menempati Proboyeksa sekar Kedaton. Prosesi ini pun seringkali disamakan dengan ritual ‘pingit’ dimana kedua mempelai dilarang untuk bertemu hingga hari pernikahan tiba.
Ritual kemudian dilanjutkan dengan acara siraman pada pagi hari kemudian dilanjutkan acara tantingan di sore hari dan midodoremi pada malam hari. tantingan dilakukan di tratag bangsal proboyeksa oleh Sri Sultan kepada anaknya yang akan menikah untuk menanyakan kemantapan hati menuju pernikahan.
Proses midodoremi dilakukan di rumah pengantin putri. Dalam ritual ini juga dilakukan beberapa ritual keagamaan seperti pengajian untuk memohon kelancaran upacar pernikahan yang akan dilaksanakan keesokan harinya.
Acara puncak yakni ijab qobul dilakukan pada pagi hari. Prosesi ini merupakan prosesi puncak karena sepasang calon pengantin bersumpah dihadapan naib dan disaksikan wali, pinisepuh dan orang tua untuk berjanji menjadi sepasang suami istri seumur hidup. Ritual ini pun dilanjutkan dengan upacara panggih yang merupakan beberapa ritual adat Jawa setelah prosesi ijab kabul dilaksanakan. Salah satunya adalah prosesi sungkeman sebagai permohonan restu kedua mempelai kepada kedua orangtua.
Sebelum ijab qabul dilaksanakan, pengantin sebelumnya dikirab menggunakan kereta terbuka menuju tempat akad nikah. Biasanya dalam adat Kraton Ngayogyakarta acara dilaksanakan di masjid Penapen yang ada di komplek keraton.
Pada sebelum ijab qabul dimulai, acara diawali dengan beberapa tarian khas keraton seperti tarian Beksan Bedoyo Wiwaha Sangaskoro dan Tarian Veksan Lawung Ageng Yasan. Kedua tarian tersebut memiliki makna tentang pernikahan dan juga kesetian yang diharapkan juga terjadi pada pengantin.
Rangkaian acara pun dilanjutkan dengan prosesi resepsi yang dilaksanakan di komplek keraton. Biasanya penyelenggara acara ini adalah pepatih dalem (Danurejan) sejak zaman Sultan Hamengku Buwono VII.
Ritual pun diakhiri dengan acara pamitan keesokan harinya sebagai simbol pengantin siap mengarungi mahligai rumah tangga mereka. Acara pamitan ini juga ditandai dengan kedua mempelai meninggalkan kraton secara simbolis.
Upacara pernikahan khas Kraton Ngayogyakarta memang memiliki keunikan tersendiri. Selain sebagai simbol tradisi dan adat istiadat Jawa, rangkaian upacara pernikahan ini pun menjadi simbol politik pada masa raja-raja dahulu. Keunikan dari rangkaian upacara yang memiliki nilai budaya dan tradisi tinggi ini memang patut dilestarikan demi keutuhan budaya Jawa. Tidak hanya itu, tiap-tiap prosesi pernikahan Royal Wedding ala Kraton Ngayogyakarta ini pun sebagai simbol kekayaan tradisi dan kebudayaan Indonesia.