Menilik Kehidupan Suku Enggano di Pulau Enggano
Pulau Enggano mungkin akan terdengar asing di telinga masyarakat Indonesia. maklum saja, Pulau yang merupakan salah satu kekayaan bumi nusantara ini memang merupakan pulau terluar di Indonesia yang terletak di Samudra Hinda atau belahan barat pulau Sumatera.
Selain menyimpan pesona alam yang masih alami, Pulau Enggano juga banyak menyimpan kekayaan budaya Indonesia yakni melalui Suku Enggano. Tidak banyak memang yang mengetahui bahwa di Pulau Enggano terdapat penduduk asli yakni suku Enggano.
Suku Enggano memang jarang terekspose oleh media mengingat keberadaan Pulau Enggano sendiri yang memang cukup jauh. Namun berdasarkan penelitian Pieters J Ter Keurs dari Museum Nasional Ethnologi Belanda, Suku Enggano pertama kali dilihat oleh awwak kapal dari Portugis yang kapalnya mendarat di pulau tersebut pada awal tahun 1500-an.
Meskipun asal-usul suku Enggano belum diketahui secara pasti, namun masyarakat setempat mmemiliki cerita tersendiri tentang adanya suku Enggano. Menurut leluhur setempat, suku Enggano berawal dari kisah hidup dua pasangan manusia bernama Kimanipe dan Manipah yang merupakan manusia pertama di pulau tersebut. Kisah mereka pun mirip layaknya kisah pasangan manusia pertama Adam dan Hawa.
Kaminape dan Manipah pada awalnya adalah penumpang yang terdampar dari musibah di kapal layar mereka. kapal tersebut terkena wabah penyakit sehingga banyak yang meninggal dan hanya menyisakan mereka. Pasca peristiwa tersebut pun, mereka melanjutkan hidupnya di Pulau Enggano dan memiliki beberapa keturunan.
Dari hasil hubungan merekalah muncul beberapa suku yang akhirnya menghuni Pulau Enggano yakni Kaitora, Kauno, Kaharuba, Kaahua, dan Kaarubi. Masing-masing suku dipimpin oleh ketua suku dan kemudia membentuk lembaga adat dengan nama ‘Kaha Yamu’y’ . Untuk berjalannya lembaga ini, dipilihlah seorang ketua yang disebut dengan Pa’buki.
Suku Enggano menganut sistem matrilineal dengan perempuan sebagai pewaris suku. Warisan biasanya berupa barang tidak bergerak seperti tanah yang juga diwariskan kepada anak perempuan. Sedangkan kaum laki-laki hanya menerima peralatan pertanian dan senjata tajam. Meskipun menganut sistem matrilineal, kepala suku tetaplah kaum laki-laki.
Dahulu karena seringnya terjadi perang antar suku, rumah tinggal Suku Enggano berada di puncak bukit dengan tujuan agar mudah saat mengintai musuh. Rumahnya pun unik karena berbentuk heksagon dan bertingkat da bernama yubuaho.
Saat ini, masyarakat suku Enggano sudah cukup berubah. Tidak sedikit dari mereka yang bermigrasi ke Pulau Jawa atau Sumatera. Namun masih banyak juga yang tetap menjaga nilai-nilai dan norma sosial masyarakat setempat. Peperangan pun sudah tidak terjadi seiring dengan cara musyawarah yang kerap dilakukan setiap adanya konflik.
Suku Enggano merupakan salah satu kekayaan kebudayaan Indonesia. Bukan hanya menyimpan kekayaan seni budaya serta pemandangan dan pesona alam yang luar biasa. Masyarakat Enggano merupakan masyarakat yang penuh dengan nilai luhur dan kearifan lokal yang tetap terus dipegang sering dengan perubahan zaman.
photo Courtesy of: ragambengkulu.blogspot.com
Comments
Suku Enggano dan Pulau Enggano menurut saya sama-sama mempunyai daya tarik tersendiri.
7 months agoPulau Enggani memiliki kontur alam yang sangat menarik, di pesisir barat Pulau nya terhampar Samudra Hindia luas dengan ombak yang menantang.
Tapi sayang sulit dan lamanya akses menuju kesana, membuat pulau ini jarang dikunjungi para pejalan.