Ngaben, Warisan Budaya Tanah Dewata
Bukan Bali namanya kalau tidak memiliki keunikan tersendiri. Pulau yang kerap kali disebut dengan tanah dewata ini memiliki sejuta keunikan yang bersemayam di dalamnya. Tidak hanya pemandangan alam memukau yang dapat membuat siapapun berdecak kagum. Bali juga memiliki tradisi dan kebudayaan yang unik dan terkenal hingga mancanegara. Salah satunya adalah Ngaben.
Ngaben merupakan sebuah tradisi umat Hindu di Bali berupa upacara pembakaran mayat atau kremasi bagi mereka yang telah meninggal. Dalam ajaran Hindu, upacara ini termasuk dalam Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan untuk roh leluhur dan bermakna untuk mengembalikan roh yang telah meninggal ke tempat asalnya.
Biasanya orang yang sudah meninggal tidak langsung dilakukan upacara Ngaben. Didiamkan beberapa saat hingga hari pelaksanaan upacara Ngaben ditentukan oleh Pedanda. Setelah hari baik ditetapkan barulah masyarakat mempersiapkan upacara pembakaran mayat ini.
Biasanya tidak ada isak tangis dan air mata pada upacara Ngaben ini. Pasalnya mereka yakin bahwa isak tangis akan menghambat perjalanan orang yang meninggal tersebut menuju ke tempatnya. Sebelum Ngaben dilaksanakan, keluarga yang dibantu oleh masyarakat sekitar akan membuat “Bade dan Lembu” yang sangat megah terbuat dari kayu, kertas warna-warni dan bahan lainnya. “bade dan Lembu” inilah yang dipakai sebagai tempat mayat akan di kremasi dengan cara dibakar pada upacara Ngaben.
Pada saat hari upacara Ngaben dilaksanakan, keluarga dan sanak saudara beserta masyarakat akan berkumpul mempersiapkan upacara. Mayat yang akan dikremasi pun biasanya dibersihkan terlebih dahulu dengan melakukan prosesi Nyiramin, yakni sebuah prosesi memandikan jenasah. Prosesi ini dipimpin oleh orang yang dianggap sepuh dalam masyarakat. Mayat tersebut juga akan dipakaikan pakaian adat Bali seperti layaknya orang hidup.
Sebelum upacara pembakaran sebagai acara puncak dilakukan, akan dilaksanakan penghormatan terakhir dengan memberikan doa-doa dengan harapan semoga arwah tersebut mendapat tempat yang baik disana. Acara puncak ditandai dengan di araknya Bade untuk diusung beramai-ramai ke kuburan tempat upacara Ngaben. Iring-iringan tersebut ditemani oleh musik gamelan dan kidung suci yang diikuti oleh keluarga dan masyarakat. Di depan Bade tadi akan ada kain putinh panjang yang dibentangkan sebagai tanda pembuka jalan bagi sang arwah menuju ke tempat asalnya.
Uniknya dalam upacara Ngaben ini, setiap Bade melewati pertigaan atau perempatan jalan akan diputar sebanyak 3 kali. Hal itu dilakukan agar sang arwah tidak tersesat dalam perjalanannya. Sesampainya di kuburan tempat upacara Ngaben, Mayat akan diletakan di Lembu yang telah disiapkan dengan diawali upacara-upacara lain dengan diiringi doa mantra dari Ida Pedanda. Kemudian Lembu yang berisi mayat tadi dibakar sampai menjadi abu.
Setelah Lembu berisi mayat tadi berubah menjadi abu, maka abu tersebut akan dikumpulkan sebelum dibuang ke laut atau sungai yang dianggap suci oleh masyarakat setempat. Setelah upacara ini selesai, keluarga dapat tenang mendoakan arwah tadi dari tempat suci dan pura masing-masing.
Tradisi unik ini memang terbilang mahal untuk dilaksanakan. Upacara Ngaben ini biasanya menghabiskan biaya sekitar 15—20 juta rupiah. Namun demikian upacara ini tetap dipertahankan demi kelangsungan tradisi. Saat ini, banyak juga masyarakat Bali yang memodifikasinya dengan mengadakan Ngaben masal dengan alasan biaya. Hal ini sah saja asalkan esensi dari tradisi dan budaya yang menjadi salah satu kekayaan Indonesia ini tetap dipertahankan dan dijaga.