Pesona Dondai, Pesona Sentani
Sentani memang penuh kejutan. Mau dilihat dari sisi manapun, kapanpun dan sama siapapun, kecantikannya mempesona hati. Serius deh! Cocok banget buat yang lagi menggalau. Buat yang lagi jomblo atau putus sama pacar, jalan-jalan ke Sentani obatnya. Buat yang abis ditolak, Sentani obatnya. Buat yang setres skripshit, Sentani bisa jadi obat. TAPI BUKAN BUAT BUNUH DIRI YAAA!!!
Pokoknya, kalau ke Papua Timur, khususnya ke Jayapura, mampir lah ke Sentani.
Nah, kali ini Sentani ngasih saya kejutan yang nggak akan terlupakan. DONDAI. Apa itu Dondai??
Jadi Dondai itu sebuah kampung yang terletak di bagian lain Sentani. Perjalanan ke kampung Dondai ini dapat ditempuh dari kampung Doyo Lama naik perahu motor. Nggak jauh-jauh amat kok. Sekitar se-jam-an. Nah, perjalanannya inilah yang sumpah-oke-banget-jadi-kalau-ke-Sentani-kamu-wajib-banget-ke-dondai!!!!
Kita pun membelah danau Sentani naik perahu motor gitu. Rambut berkibar-kibar, kalau yang pakai jilbab, ya jilbabnya yang berkibar. Mata melotot, mulut menganga, saking kagumnya sama pemandangan sekitar. Nggak lupa jeprat-jepret sana-sini sambil tetep menganga sih. Abis kerennya, itu lo. Ciamik tenin!!!
Bahkan waktu di deket-deket Dondai, kan kami berangkatnya sore tuh ya, nah kami disambut sama hampir-sunset yang nggak kalah oke. Kenapa hampir sunset? Soalnya mataharinya belum bener-bener tenggelam.
Setelah capek berwow-wow ria nggak jelas di perahu boat itu, sampailah kami ke dermaga Dondai. Rumah-rumah penduduk di Dondai ini berupa rumah panggung.
Nah, di Dondai ini kita mau sowan ke rumah ondo avi. Ondo avi ini sebutan dari kepala suku di Sentani (atau papua secara keseluruhan, ya?, mungkin temen-temen lain yang pernah ke Papua lain yang bisa jawab). Terus di Dondai ini ternyata belum ada listrik lo. Ada sih, cuma dari jam 6-9, selanjutnya ya hanya mengandalkan sinar matahari di siang hari atau gelap-gelapan di malam hari. Budaya mabuknya juga masih kentel, jadi agak ati-ati aja kalau kesini di malam hari.
Setelah puas menikmati Dondai, kami pun membelah si Sentani lagi. Perjalanan malam berbekal satu lampu penerangan, buat tanda kalau disitu ada perahu gitu. Kami nggak sendiri, gemerlap bintang bertebaran indah di langit. Tapi sayang, keterbatasan teknologi yang saya miliki jadi nggak bisa mengabadikan. Cuma mata dan memori yang bekerja saat itu. Merekam tiap potongan bintang, mencoba membaca rasi, dan nggak tau deh itu rasinya apaan (sok-sokan banget nggak sih? ha ha ha). Tapi yang pasti pengalaman Dondai saya sangat menyenangkan. Penuh kejutan! Well, Papua emang gudangnya kejutan bukan sih?