Sensasi Rasa Dari Walahar
Tempat makan sederhana dengan citarasa luar biasa. Begitulah kesan kami saat bersantap di warung makan tepi Bendungan Walahar yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda dan berfungsi sejak tahun 1925 untuk menanggulangi banjir, sekaligus irigasi bagi persawahan gudang beras Jawa barat itu. Begitu banyak cerita tentang kehebatan rasanya. Dan tuntas sudah janji saya untuk membuktikannya.
Saya sengaja memarkir mobil di ujung pintu masuk bendungan, pasalnya jembatan hanya dapat dilalui satu mobil. Berjalan melintas di tengah bendungan, gemuruh air dan ramai lalu lintas menemani sampai ke rumah makan yang dikelola H. Dirdja dan Hj. S. Kurnia. Bisnis keluarga ini dirintis mulai tahun 1980-an. Menempati bangunan sederhana berdinding jalinan bilah bambu atau bilik (bhs. makassarnya : “gamacca”) dan beratapkan rumbia. Tersedia meja makan dan kursi dalam ruangan, tetapi saya memilih bersantap di salah satu saung di bawah pohon rindang untuk makan lesehan.
Kami dilayani oleh ibu-ibu berpakaian rumahan yang mondar-mandir mengantarkan nampan berisi bungkusan-bungkusan daun pisang dengan permukaan berkilau dan tepian gosong. Walau ukuran dan tampilannya nyaris serupa, mereka sigap menjelaskan aneka pepes dalam setiap bungkusan, seperti isi oncom, jamur, tahu, ayam, ikan mas, pare, teri dan jambal. Cara menuturkannya ramah dan hangat, sehingga kami serasa bersantap di rumah sendiri.
Uap nasi pulen mengepulkan aroma daun pisang, mengantar saya membuka pepes ikan jambal yang menjadi andalan rumah makan ini. Aroma kemangi dan lengkuas yang dihaluskan mampu menghilangkan bau tanah yang lazim tercium pada ikan jambal. Usai mencicipi pepes ikan, giliran pepes jamur yang segar, juga tahu dan oncom Subang dari bahan Kacang tanah, makin nikmat karena diperkuat sambal dan lalapan. Bagi yang tidak suka ikan atau pepes, tersedia pilihan ayam goreng dan ayam bakar. Semua hidangan tadi dimatangkan dengan tungku berbahan bakar kayu, sambil duduk bersila menyandar di dinding saung, saya hirup es kelapa muda, mengahkhiri acara bersantap, ALHAMDULILLAH
Penyuka dagingpun punya pilihan di warung saung yang diapit tepi jalan dan sungai. Sate maranggi Walahar menggunakan bumbu kuah kacang, bukan kecap. Empuknya daging sapi yang dibakar kemudian dibaluri kuah kacang, berpadu sempurna dengan acar bawang merah segar dan cabai hijau. Nasi panas dibungkus daun pisang menambah aroma, diperkaya sop tulang sapi berkaldu gurih. Kami melahap hidangan sambil lesehan di hadapan meja kayu rendah
Comments
ini tempatnya di Makassar atau di jawa barat?? #penasaran
1 month ago