Serial Memories of Gombloh: Heroik, Nakal, Cengeng Pun Bisa
Dominasi lagu-lagu cinta bernafas ngepop dalam karya-karya terakhir almarhum, tidak bisa begitu saja dituding sebagai ketidakkukuhan sikap pada idealismenya. Seperti yang pernah dikemukakan oleh mendiang Gombloh, “Lagu-lagu semacam itu tidak seratus persen aku maui”. Atau seperti kata Titi Qadarsih, “Idealismenya cukup tinggi, tapi akhirnya toh dia harus realistis”. Ya, realistis pada kebutuhan hidupnya, dan pada tuntutan keinginan untuk membahagiakan anak dan istrinya.
Jauh sebelum sampai ke titik ‘realistis’ itu, dia telah membuktikan kekukuhannya. Itu bisa dilacak dari sejarah kreativitasnya yang panjang dan mandiri. Simak karya-karyanya yang berkibar-kibar, seperti “Kebyar-Kebyar” , “Kami Anak Negeri Ini”, “Gugur-Gugur Bunga”, “Pesan Buat Kaum Belia”, dan masih banyak lagi. Sosok kesenimanannya berjejak begitu dalam. Kharismanya merambah hingga seni kreatif musik pop kita. Heroik, nakal dan cengeng pun bisa.
Lagu-lagunya sentimentil dan kaya ungkapan. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Akhudiat. “Gombloh berangkat dari sikap yang lain. Lirik-lirik lagunya nakal, tapi lebih sophisticated dibandingkan lagu-lagu pop kebanyakan. Terasa ada kejujuran dalam jengkal lirik-liriknya. Ekspresinya lepas bebas. Coba dengar saja enak saja dia berlagu “tai kucing rasa coklat” atau menyebut kata “bangsat” di akhir lagunya”.
Gombloh, adalah ‘bapak’ lirik nakal dalam sejarah musik pop negeri ini. Lirik semacam itu, merupakan trademark almarhum. Dia tidak pernah menciptakan musik tanpa digambari kenakalan. Kendati dalam lagu-lagu yang serius, kenakalan itu bisa dia tuangkan dengan enak, tanpa harus mengubah komposisi lirik yang lain.
Memang macam-macam kesan orang tentang dirinya. Tetapi yang paling mengesankan adalah konsistensi dia sebagai penyanyi Surabaya. Padahal, sebetulnya banyak yang dia peroleh kalau misalnya dia mau menjarah Jakarta. Namun, Gombloh adalah Gombloh, dia tetaplah membuktikan sikapnya. Dia terus mengikat kontrak dengan Nirwana Record, hingga akhir hayatnya.
Kekukuhannya itu , nyatanya tidaklah sia-sia. Akhirnya dia harus diakui sebagai seniman bereputasi nasional. Seolah mengingatkan pada Elvis Presley, yang meninggal pada puncak karier dan kepopulerannya. Gombloh, kebesarannya, tidak hanya dikenang masyarakat Surabaya. Di mana-mana di seluruh penjuru Tanah Air, semua orang merasa kehilangan atas kepergiannya menghadap Illahi yang begitu cepat.
Selamat jalan Gombloh. Merah darahku, putih tulangku, bersatu dalam semangatmu. INDONESIA!