Surabaya Roman Taste, Everdina Broering dan Dr. Soetomo

Tweet

Bulan Februari telah datang… Yaa siapa di dunia ini yang tak sabar menanti bulan ini. Kebanyakan orang menyebutnya sebagai bulan penuh cinta dan ataupun bulan penuh kasih sayang. Hal itu sangat wajar, karena pada bulan ini tepatnya setiap tanggal 14 di bulan ini, orang-orang bersuka cita menyambutnya sebagai Hari Valentine (Hari Kasih Sayang). Segala bentuk cinta tertuang manis di bulan ini, mulai dari kegalauan, rayuan gombal hingga kisah-kisah cinta bertebaran dan berseliweran di sepanjang bulan ini. Suatu contoh, kisah cinta Romeo dan Juliet yang melegenda dan mendunia selalu menjadi inspirasi cinta buat mereka yang sedang dimabuk kepayang oleh aroma asmara. Ataupun juga dari dalam negeri kisah kasih tak sampai ala Siti Nurbaya juga tak dapat dikesampingkan begitu saja. Atau film-film romantis ala Gita Cinta Dari SMA yang memasang sosok Galih dan Ratna, ataupun film Grease yang diperankan oleh John Travolta, atau film Ada Apa Dengan Cinta yang sungguh sukses tak hanya melambungkan cinta remaja tetapi juga simbol kebangkitan film nasional.

Yaa, semuanya memang berupaya mengungkapkan cinta sepasang anak manusia lengkap dengan segala sisik meliknya. Tapi, saya di sini ingin berbagi cerita cinta sepasang anak manusia yang luput dari mata sejarah bangsa kita dan sejarah kota Surabaya, tempat cerita ini terjadi dan kota saya dilahirkan. Surabaya Roman Taste, saya menyebutnya seperti itu, kisah cinta ini bercerita tentang kisah cinta dari seorang dokter pertama Indonesia dan tokoh kebangkitan bangsa, siapa lagi kalau bukan Dr. Soetomo. Sepanjang sejarah mengalir, cerita Dr. Soetomo selalu berfokus pada pergerakan kiprah politiknya saja ataupun karir beliau di bidang kedokteran. Namun, di bulan penuh cinta ini ijinkan saya untuk berbagi secuil kisah cinta Dr. Soetomo dan sang istri, Everdina Broering untuk sebagai sumber inspirasi bahwa cinta adalah sebuah mahakarya agung Tuhan yang diciptakan untuk manusia dalam menapakkan langkah kaki di kehidupan ini. Berikut ini adalah kisahnya…

Surabaya, tahun 1917, Everdina Broering masih diselimuti duka ditinggal mati suaminya. Dan ia pun bertugas sebagai perawat di RS. Blora untuk mengobati kesendiriannya, dan pada saat yang sama, Dr.Soetomo yang baru saja dari Sumatera pun dipindahtugaskan di Blora. Rasa sayang dan cinta pun tumbuh di hati keduanya, tetapi dari pihak keluarga Everdina menentangnya juga pihak keluarga/teman2 seperjuangan Dr.Soetomo juga menentangnya, tetapi cinta sudah mengalahkan semuanya dan akhirnya menikah. Saat Dr.Soetomo mendapat tugas belajar selama 4 tahun di Belanda pun, teman-teman Dr.Soetomo yang juga mahasiswa Indonesia sering bermain di rumahnya karena terpikat suguhan masakan Ny.Everdina Soetomo berupa nasi goreng, dan masakan Indonesia lainnya, seperti rendang ataupun soto. Sepulang dari Belanda, Dr.Soetomo diangkat menjadi dosen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School) Surabaya, lalu memimpin berbagai organisasi dan membentuk PARINDRA (Partai Indonesia Raya).

Melengkapi aktivitas kepartaian sang suami, Ny.Dr.Soetomo ini pun ikut aktif menyiapkan hidangan-hidangan untuk teman-teman suami yang sering bertamu di rumah Jl.Simpang Dukuh atau di GNI (Gedung Nasional Indonesia) di Jl. Bubutan. Keduanya tetap merasakan bahagia meski tak dikaruniai anak seorangpun. Hingga akhirnya, Ny.Dr.Soetomo jatuh sakit dan beristirahat di daerah sejuk Claket, Malang. Walaupun sakit, ternyata Ny.Dr.Soetomo pun masih aktif di kegiatan sosial di Malang dan di sela-sela kesibukannya, Dr. Soetomo secara rutin, 2 minggu sekali menjenguknya.

Tanggal 13 Februari 1934 jam 09.10 pagi, akhirnya Ny.Dr.Soetomo menghembuskan nafas terakhir di pangkuan sang suami yang memang pada saat itu menjenguknya dan tak mendapatkan firasat apa-apa bahwasanya sang istri akan pergi meninggalkannya terlebih dahulu untuk selama-lamanya. Hingga pada akhirnya beberapa hari kemudian, pada saat prosesi pemakaman di Kembang Kuning, ribuan para pelayat dari berbagai kalangan terharu sampai ada yg menitikkan air mata, ketika mendengar pidato pelepasan dari Dr.Soetomo yang sangat indah dan begitu mendalamnya cinta beliau kepada istrinya. Sepeninggal sang istri, dr. Soetomo tidak menikah lagi hingga ajal menjemputnya pada 29 Mei 1938 di usia 50 tahun, sebagai bukti kesetiaan beliau pada cinta pertama dan terakhirnya.

[/caption]

Hidupnya diabadikan untuk kesetiaan terhadap cinta kepada istri maupun nusa dan bangsa Indonesia. Seluruh penduduk kota Soerabaia tumplek blek di Jl.Bubutan, jadi lautan manusia. Suara dzikir berdengung dari lisan ribuan pelayat mengantar kepergian putra bangsa. Sungguh kisah percintaan dua insan dari dua benua, dua paradigma hidup, dua idealisme, yang hampir tak pernah terkespos, namun sungguh sangat nyurabayani dan nasionalis.

Nah semoga secuil kisah Surabaya Roman Taste yang saya suguhkan dalam memeriahkan hari Valentine dan bulan penuh kasih sayang ini dapat memberikan wawasan dan sisi lain dari perjalanan sejarah sebuah bangsa. Kenali kotamu cintai negerimu..

Kisah cinta “Surabaya Roman Taste” ini bisa anda akses juga di Surabaya Punya Cerita (http://ceritasurabaya.blogspot.com/2013/01/surabaya-roman-taste.html)

Reply

Comment guidelines, edit this message in your Wordpress admin panel

All Right Reserved @2010 created by Paling Indonesia | Artikel Budaya Indonesia - Karya Cipta Indonesia | Tentang Kami | Kontak Kami

Related Links:

Togel178

Pedetogel

Sabatoto

Togel279

Togel158

Colok178

Novaslot88

Lain-Lain

Partner Links