2012: Setengah Abad Mewarnai Negeri

Tweet

Pada tahun 2012 ini mereka sama-sama berusia 50 tahun. Setengah abad telah mereka lalui dalam mewarnai perjalanan negeri. Usia yang semakin merambat senja, namun bagi mereka justru usia ini adalah awal dari perjalanan kehidupan sesungguhnya. Terus berkarya dan semakin menggelora dalam melukiskan tinta emas sejarah perjalanan kehidupan bangsa. Bukan hanya menjadi penanda jaman, namun menjadi sebuah kebanggaan tidak terperi atas pengabdian setulus hati demi tegaknya kebesaran Ibu Pertiwi. Mereka yang berusia setengah abad tersebut adalah:

1. Stadion Utama Gelora Bung Karno

Stadion Utama Gelora Bung Karno adalah sebuah stadion serbaguna yang merupakan bagian dari kompleks olahraga Gelanggang Olahraga Bung Karno. Stadion ini umumnya digunakan sebagai arena pertandingan sepakbola tingkat internasional. Stadion ini dinamai untuk menghormati presiden pertama Indonesia, yang juga merupakan tokoh yang mencetuskan gagasan pembangunan kompleks olahraga ini. Dalam rangka de-Soekarnoisasi, pada masa Orde Baru, nama stadion ini diubah menjadi Stadion Utama Senayan. Setelah bergulirnya gelombang reformasi pada 1998, nama Stadion ini dikembalikan kepada namanya semula melalui Surat Keputusan Presiden No. 7/2001. Dengan kapasitas sekitar 100.000 orang, stadion yang mulai dibangun pada pertengahan tahun 1958 dan penyelesaian fase pertamanya pada kuartal ketiga 1962 ini merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Menjelang Piala Asia 2007, dilakukan renovasi pada stadion yang mengurangi kapasitas stadion menjadi 88.083 penonton.

Gedung olahraga ini dibangun pada awalnya sebagai kelengkapan sarana dan prasarana dalam rangka ASIAN GAMES 1962, mulai buka dan diresmikan sejak pada tanggal 24 Agustus 1962 yang diadakan di Jakarta. Pembangunannya didanai dengan kredit lunak dari Uni Soviet sebesar 12,5 juta dollar AS yang kepastiannya diperoleh pada 23 Desember 1958. Dan tentunya dengan dana yang cukup besar tersebut itu menjadikan galanggang olahraga ini sebagai stadion sepakbola terbesar di Indonesia. Hingga saat ini, Gelora Bung Karno merupakan satu-satunya stadion yang benar-benar berstandar internasional di Indonesia.

2. Koes Plus (d/h. Koes Bersaudara)

Tahun 1960, Koes Brothers terbentuk. Mereka latihan tiap hari. Peralatan musik dibeli dari Tuban, Jawa Timur; amplifier-nya memakai merek Robin dari Jakarta. Rumah mereka di jalan Melawai III, No. 14, Blok C, Kebayoran baru, Jakarta Selatan pun berubah ramai setiap sore karena orang-orang berkumpul mendengar hentakan musik. Hal ini dikeluhkan ayah mereka, Koeswoyo, dengan alasan musik itu tidak bisa bikin orang sejahtera, tapi tidak dipedulikan oleh Tony dan saudara-saudaranya yang lain. Mereka terus saja bermain musik. Koes Brothers tidak pernah berkompetisi di festival band. Mereka belum berani bersaing dengan band-band yang memiliki peralatan yang lebih baik. Salah satunya Teenager’s Voice yang memiliki vokalis tampan: Sophan Sophiaan. Tahun 1962, muncul ide di benak Tony agar Koes Brothers masuk dapur rekaman. Syaratnya: Koes Brothers harus menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu sendiri. Tahun 1960-an memang banyak penyanyi yang terkenal tapi hanya dengan menyanyikan lagu orang lain, Koes Brothers ingin menantang kebiasaan itu.

Tony kemudian konsentrasi menciptakan lagu. Dalam waktu satu minggu, dia berhasil menciptakan dua lagu: Weni dan Terpesona. Djon merekamnya dengan alat perekam Grundig yang pitanya sebesar piring. Hasil rekaman dikirim bersama surat permohonan ke PT Irama, perusahaan rekaman terkenal saat itu. Hasil rekaman diterima Jack lesmana dan Suyoso, bos PT Irama. Mereka kemudian tertarik dan memberi syarat, “Kalau you bisa menciptakan lagu dalam waktu dua minggu ini, saya akan memberikan kesempatan kepada you untuk rekaman.” Dua minggu kemudian, Koes Brothers datang dengan membawa lagu-lagu mereka. Malam harinya, mereka langsung rekaman. Nama Koes Brothers diganti menjadi Koes Bersaudara. Personilnya: Djon (bass), Tony (melodi/piano), Yon (vokal), Yok (Rythim/vokal), Jan (gitar), Nomo dan Iskandar (drum). Nomo dibantu Iskandar karena belum terlalu mahir bermain drum. Jan dan Iskandar adalah tetangga mereka.

Tahun 1963, album rekaman pertama Koes Bersaudara keluar. Diisi 12 lagu, di antaranya: Weni, Terpesona, Bis Sekolah, Senja, dan Telaga Sunyi. Lagu-lagu mereka beredar luas ke telinga pendengar melalui Radio Republik Indonesia (RRI) dan radio Angkatan Udara. Tahun 1964, Pemerintah Soekarno mengeluarkan kebijakan untuk melarang perkembangan budaya barat. Salah satunya perkembangan musik rock n’roll, musik yang dalam bahasa Presiden Soekarno disebut ngak-ngik-ngok. Budaya barat dianggap bisa merusak pemuda timur dan menghilangkan budaya nasional.

Kebijakan tersebut beberapa kali dilanggar oleh Koes Bersaudara. Mereka tetap saja manggung sana-sini meskipun beberapa kali dilarang. Akhirnya, pada Selasa, 19 Juni 1965, Toni, Yon, Yok, dan Nomo ditangkap oleh pemerintah setelah terlebih dahulu diinterogasi oleh Kejaksaan. Lagu-lagu mereka juga dilarang beredar. Para penggemar hanya bisa mendengar lagu-lagu mereka melalui radio Singapura dan Malaysia. Pada 30 September 1965, Koes Bersaudara dibebaskan dari penjara. Meskipun bebas, mereka tetap dilarang manggung dan harus melalui wajib lapor. Peralatan musik mereka juga disita, sehingga mereka tidak bisa latihan dan manggung. Beberapa bulan Koes Bersaudara vakum.

Keajaiban datang pada 1966, Koes Bersaudara disimbolkan sebagai lambang kebebasan atas kesewenangan pemerintah orde lama. Mereka sesekali diundang untuk tampil di acara yang diadakan mahasiswa maupun organisasi. Bahkan pada Agustus 1966, Koes Bersaudara melakukan tur di Jawa dan Bali. Uang hasil tur tersebut kemudian dibelikan rumah seluas 500 meter persegi di jalan Sungai Pawan 21, Blok C, Kebayoran. Pada 1967, Koes Bersaudara mengeluarkan dua album di piringan hitam: Jadikan Aku Dombamu dan To Tell So Called The Guilties, masing-masing berisi 12 lagu. Pada 1969, Nomo memilih keluar dan bekerja menjadi pengusaha untuk biaya hidup setelah menikah. Sebagai pengganti Nomo, masuklah Murry. Koes Bersaudara pun berubah nama menjadi Koes Plus.

3. Merpati Nusantara Airlines

Bermodal 10 juta rupiah dan enam pesawat, Merpati Nusantara Airlines memulai usahanya sebagai jembatan udara yang menghubungkan tempat-tempat terpencil di wilayah Kalimantan. Sejak berdiri, tanggal 6 September 1962, sampai sekarang, Merpati mengalami pasang surut. “Jembatan Udara Nusantara”. yang sarat misi ini memang seringkali dihimpit masalah. Merpati “lahir” berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.19 tahun 1962 yang menetapkan pendirian perusahaan negara perhubungan udara daerah dan penerbangan serbaguna Merpati Nusantara, yang disebut juga PN Merpati Nusantara. Perusahaan milik negara ini memiliki lapangan usaha, meliputi penyelenggaraan perhubungan udara di daerah-daerah dan penerbangan serbaguna serta memajukan segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan udara dalam arti kata yang seluas-luasnya. Maksud dan tujuannya adalah dalam rangka turut membangun perekonomian nasional di sektor perhubungan udara dengan mengutamakan kepentingan rakyat.

Awalnya, Merpati memiliki armada jenis de Havilland Otter/DHC-3 empat unit dan Dakota DC-3 dua unit, yang merupakan pesawat hibah dari Angkatan Udara Republik Indonesia (TNI AU). Ketika itu diketahui, modal awal perusahaan berupa uang rupiah lama sejumlah Rp10 juta. Para pilot dan teknisi dipasok dari AURI, Garuda Indonesia (dulu Garuda Indonesia Airways), dan perusahaan penerbangan sipil lainnya. Sebagai direktur utama, ditunjuk Komodor Udara Henk Sutoyo Adiputro (1962-1966), yang membawahi hanya 17 personel. Beberapa bulan kemudian, tahun 1963, penerbangan Merpati pun tak hanya di Kalimantan, tapi juga menerbangi rute Jakarta-Semarang, Jakarta-Tanjung Karang, dan Jakarta-Balikpapan. Tahun 1964, Merpati menerima penyerahan seluruh hak konsesi dan operasi, serta kepemilikan sejumlah pesawat bekas maskapai Belanda NV de Kroonduif dari Garuda. Pengalihan ini dilakukan, dengan alasan Garuda sedang mengembangkan kegiatan untuk menjadi flag carrier nasional dan internasional. Pesawat hibah itu adalah tiga Dakota DC-3, dua Twin Otter dan satu Beaver. Dengan armada 12 pesawat, Merpati mulai tumbuh. Penerbangannya mulai merambah Papua (Irian Jaya), Sumatera, dan Nusa Tenggara Barat. Seiring pertumbuhannya, Merpati memandang perlu untuk memperkuat armadanya dengan tambahan tiga Dornier DO-28 dan enam Pilatus Porter PC-6. Namun, beberapa pesawat sebelumnya ada yang tidak lagi dapat dioperasikan sehingga armada efektif Merpati 15 pesawat. Jumlah karyawan Merpati pun bertambah, menjadi 583 orang.

4. Televisi Republik Indonesia (TVRI)

Televisi Republik Indonesia (TVRI) adalah stasiun televisi pertama di Indonesia, yang mengudara pada tanggal 24 Agustus 1962. Siaran perdananya menayangkan Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan ke-17 RI dari Istana Negara Jakarta. Siarannya ini masih berupa hitam putih. TVRI kemudian meliput kegiatan ASIAN GAMES yang diselenggarakan di Jakarta. Dahulu TVRI pernah menayangkan iklan dalam satu tayangan khusus yang dengan judul acara Mana Suka Siaran Niaga (sehari dua kali). Pada tahun 80-an dan 90-an TVRI tidak diperbolehkan menayangkan iklan, dan akhirnya TVRI kembali menayangkan iklan. Status TVRI saat ini adalah Lembaga Penyiaran Publik. Sebagian biaya operasional TVRI masih ditanggung oleh negara. TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia sebelum tahun 1989 ketika didirikan televisi swasta pertama RCTI di Jakarta, dan SCTV pada tahun 1990 di Surabaya.

  • Pada tahun 1961, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memasukkan proyek media massa televisi ke dalam proyek pembangunan ASIAN GAMES IV di bawah koordinasi urusan proyek Asian Games IV.
  • Pada tanggal 25 Juli , Menteri Penerangan mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T).
  • Pada 23 Oktober 1961, Presiden Soekarno yang sedang berada di Wina mengirimkan teleks kepada Menteri Penerangan saat itu, Maladi untuk segera menyiapkan proyek televisi (saat itu waktu persiapan hanya tinggal 10 bulan) dengan jadwal sebagai berikut:
  1. Membangun studio di eks AKPEN di Senayan (TVRI sekarang).
  2. Membangun dua pemancar: 100 watt dan 10 Kw dengan tower 80 meter.
  3. Mempersiapkan software (program dan tenaga).
  • Pada tanggal 17 Agustus 1962, TVRI mulai mengadakan siaran percobaan dengan acara HUT Proklamasi Kemerdekaan XVII RI dari halaman Istana Merdeka Jakarta, dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt. Kemudian pada 24 Agustus 1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora Bung Karno.
  • Pada tanggal 20 Oktober 1963, dikeluarkan Keppres No. 215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI dengan Pimpinan Umum Presiden RI.
  • Pada tahun 1964 mulailah dirintis pembangunan Stasiun Penyiaran Daerah dimulai dengan TVRI Stasiun Yogyakarta, yang secara berturut-turut diikuti dengan Stasiun Medan, Surabaya, Makassar, Manado, Denpasar, dan Balikpapan.

Tahun 1974, TVRI diubah menjadi salah satu bagian dari organisasi dan tatakerja Departemen Penerangan, yang diberi status Direktorat, langsung bertanggung-jawab pada Direktur Jendral Radio, TV, dan Film, Departemen Penerangan Republik Indonesia. Sebagai alat komunikasi Pemerintah, tugas TVRI adalah menyampaikan informasi tentang kebijakan Pemerintah kepada rakyat dan pada waktu yang bersamaan menciptakan two-way traffic (lalu lintas dua jalur) dari rakyat untuk pemerintah selama tidak mendiskreditkan usaha-usaha Pemerintah. Pada garis besarnya tujuan kebijakan Pemerintah dan program-programnya adalah untuk membangun bangsa dan negara Indonesia yang modern dengan masyarakat yang aman, adil, tertib dan sejahtera, yang bertujuan supaya tiap warga Indonesia mengenyam kesejahteraan lahiriah dan mental spiritual. Semua kebijaksanaan Pemerintah beserta programnya harus dapat diterjemahkan melalui siaran-siaran dari studio-studio TVRI yang berkedudukan di ibukota maupun daerah dengan cepat, tepat dan baik.

Semua pelaksanaan TVRI baik di ibu kota maupun di Daerah harus meletakkan tekanan kerjanya kepada integrasi, supaya TVRI menjadi suatu well-integrated mass media (media massa yang terintegrasikan dengan baik) Pemerintah. Tahun 1975, dikeluarkan SK Menpen No. 55 Bahan siaran/KEP/Menpen/1975, TVRI memiliki status ganda yaitu selain sebagai Yayasan Televisi RI juga sebagai Direktorat Televisi, sedang manajemen yang diterapkan yaitu manajemen perkantoran/birokrasi.

5. VIVA COSMETICS (d/h. PT. VITAPHARM INDONESIA)

Pada akhir tahun 1961, terdapat lima sekawan yang masing-masing bernama H.M. Hoesin Alhamid, Nehemia Pesik, Drs. Wim Kalona, Apt; Drs. Estefanus Looho, Apt; dan Drs. Gouw Soen Hok, Apt; telah bersepakat untuk mendirikan suatu pabrik farmasi di Surabaya. Untuk mewujudkan tekad mereka, didirikanlah PT. General Indonesian Producing Centre yang berlokasi di Jl. Karet 80-86 Surabaya, yang dikukuhkan di depan notaris Mr. Oei Siang Djie, pada tanggal 30 April 1962. Kemudian, pada bulan Juni 1962, diperluaslah usaha tersebut dengan bergabungnya Dr. Tio Tiong Hoo, yang khusus memimpin pembuatan kosmetik. Dua tahun kemudian, pada tanggal 13 Juni 1964, nama perusahaan mereka diganti menjadi PT. Pabrik Pharmasi “VITA”. Mengapa menggunakan nama “VITA”? Dipilih nama “VITA” karena berhubungan dengan VITAMIN, karena pada mulanya yang menjadi produksi utama perusahaan tersebut adalah obat-obatan, sementara VIVA kosmetik masih merupakan produk sampingan. Perusahaan semakin besar dan berkembang, modal selalu bertambah.  Tetapi, di akhir tahun 1966, Pemerintah mengambil suatu tindakan tegas di bidang moneter, berupa “pengguntingan” uang, dimana seribu rupiah menjadi satu rupiah. Walaupun modal menjadi kecil, namun produksi terus meningkat, pemasaran pun semakin berkembang dan prioritas produk pun mulai bergeser, sehingga pada akhirnya kosmetik yang menjadi produksi utama dari  PT. Pabrik Pharmasi “VITA”.

Kemudian dikarenakan berhasil mendapatkan hati di masyarakat Indonesia, dan jumlah permintaan semakin hari semakin meningkat, maka pada tahun 1973, di Jalan Raya Panjang Jiwo, Surabaya, dibangun pabrik PT. Pabrik Pharmasi “VITA” yang baru dengan produk VIVA Cosmetic. Proses pemindahan dari pabrik lama ke pabrik baru memakan waktu setahun yakni pada tahun 1974-1975. Kemudian tepat pada hari Kamis, 24 Juli 1975, oleh M. Yusuf selaku Menteri Perindustrian R.I dan Mohammad Noer sebagai Gubernur Jawa Timur kala itu, meresmikan pabrik PT. Pabrik Pharmasi “VITA” yang baru. Kemudian pada tahun 1983-1984, bergabunglah Djoenaedi Joesoef, yang juga merupakan pemilik PT. Konimex, Solo menjadi pemegang saham terbesar dalam perusahaan tersebut. Tak ada yang berubah selain perubahan itu sendiri, karena itu sebagai bentuk dari proses alih generasi untuk menyambut berbagai perkembangan dan perubahan di dalam dunia bisnis, maka pada tahun 1998, perusahaan ini berubah nama menjadi PT. Vitapharm hingga detik ini.

Nah semoga secuil tulisan saya ini dapat menambah khasanah wawasan kita tentang sejarah negeri kita tercinta ini. Semoga mereka2 yang berusia setengah abad pada tahun 2012 ini dapat semakin berkarya dan berprestasi untuk menorehkan tinta emas dalam menegakkan panji Sang Saka Merah Putih agar dapat semakin dibanggakan oleh warga negaranya… Bravo Indonesia!!

Comments

  1. hunts Reply

    Banyak bangat kejadian ?? sangat berarti untuk bangsa yang besar ini.

    2 months ago

Reply

Comment guidelines, edit this message in your Wordpress admin panel

All Right Reserved @2010 created by Paling Indonesia | Artikel Budaya Indonesia - Karya Cipta Indonesia | Tentang Kami | Kontak Kami

Related Links:

Togel178

Pedetogel

Sabatoto

Togel279

Togel158

Colok178

Novaslot88

Lain-Lain

Partner Links